Kehidupanpolitik: Dalam waktu yang cukup lama tidak dapat diketahui perkembangan keadaan Kerajaan Sunda selanjutnya. Kerajaan Sunda baru muncul kembali pada abad ke-11 (1030) ketika di bawah pemerintahan Maharaja Sri Jayabhupati. Nama Maharaja Sri Jayabhupati terdapat pada Prasasti Sanghyang Tapak yang ditemukan di Pancalikan dan Bantarmuncang
Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Nina Herlina Lubis saat menjadi pembicara dalam diskusi virtual “Satu Jam Berbincang Ilmu Kerajaan Sunda dalam Konstelasi Politik, Dulu dan Kini”, Sabtu 13/3. [ Jawa Barat setidaknya memiliki dua kerajaan besar yang pernah berdiri setelah zaman Tarumanagara, yaitu Galuh dan Sunda. Dua kerajaan ini memiliki akar kuat sebagai identitas sejarah dan budaya dari masyarakat Sunda. Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Nina Herlina Lubis menjelaskan, berbicara mengenai kerajaan Sunda, maka tidak bisa dipisahkan dari nama kerajaan Galuh. Sebab, antara kerajaan Sunda dan Galuh pernah bersatu dengan nama kerajaan Sunda dan pusat kekuasaannya berada di wilayah Galuh. Saat menjadi pembicara dalam diskusi virtual “Satu Jam Berbincang Ilmu Kerajaan Sunda dalam Konstelasi Politik, Dulu dan Kini”, Sabtu 13/3, Prof. Nina menjelaskan, penyatuan kerajaan Sunda dan Galuh terjadi pada masa Sanjaya, raja Sunda setelah Maharaja Trarusbawa. “Dalam sumber primer Prasasti Canggal disebutkan, Sanjaya merebut takhta kerajaan Galuh dari Rahyang Purbasora sekitar sebelum tahun 732 Masehi,” ungkapnya. Berbeda dengan Kerajaan di Jawa Tengah dan Timur Sejarawan Unpad ini menjelaskan, berdasarkan tinggalan sejarah, ibu kota atau pusat kekuasaan kerajaan Galuh berpindah-pindah. Bermula di daerah di dekat Banjar saat ini, lalu berpindah wilayah yang saat ini menjadi perbatasan Ciamis-Banjar, serta kembali pindah ke daerah Kawali. “Di Kawali itulah kita menemukan sumber yang bisa dipercaya tentang Galuh, yaitu 6 prasasti yang menyebutkan berbagai peristiwa tentang kerajaan Galuh,” papar Prof. Nina. Memiliki ibukota kerajaan yang berpindah menyebabkan adanya perbedaan karakteristik kerajaan Sunda dengan kerajaan di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Kerajaan Sunda cenderung memiliki tinggalan sejarah berupa bangunan candi yang lebih sedikit dibanding di wilayah tengah dan timur. Ini disebabkan, masyarakat Sunda pada saat ini bukan sebagai masyarakat menetap. Hal ini menyebabkan mengapa ibu kota kerajaan Galuh dan Sunda berpindah-pindah. “Karena berpindah-pindah jadi tidak punya waktu membangun candi besar. Di Jateng dan Jatim masyarakatnya petani sawah, sehingga cukup punya waktu membangun bangunan monumental,” tuturnya. Pajajaran Bukan Nama Kerajaan Kerajaan Sunda yang paling dikenal masyarakat Sunda adalah Pajajaran. Namun, Pajajaran bukanlah nama sebuah kerajaan. Sebab, nama kerajaan yang sebenarnya adalah kerajaan Sunda. Prof. Nina menjelaskan, Pajajaran adalah ibu kota atau pusat kekuasaan kerajaan Sunda selama masa Sri Baduga Maharaja, atau Prabu Siliwangi, yaitu Pakwan Pajajaran. Pakwan Pajajaran terletak di wilayah Kota Bogor, saat ini. “Ada teori yang dikemukakan Robert von Heine-Geldern, kerajaan di Asia Tenggara umumnya disebut dengan nama ibu kotanya,” kata Prof. Nina. Dalam kepercayaan mereka, ibu kota kerajaan diyakini sebagai pusat mikrokosmos. Cukup dengan menyebut nama mikrokosmos, berarti sudah menyebut seluruh wilayah kerajaan. “Itu sebabnya yang beken sekarang itu Pajajaran, padahal yang betul kerajaan Sunda. Itulah kita harus berpegang pada sumber primer,” ujar Prof. Nina. Toleransi Sumber primer diyakini para ahli sebagai bukti otentik yang bisa menjadi referensi suatu sejarah. Hal ini juga bisa menjadi rujukan dari beragam perdebatan yang muncul dari proses interpretasi sejarah. Kerajaan Sunda sendiri tidak lepas dari adanya perdebatan. Salah satunya mengenai kepercayaan Prabu Siliwangi. Prof. Nina menjelaskan, kepercayaan Sri Baduga Maharaja termaktub dalam Prasasti Batu Tulis yang didirikan Prabu Surawisesa, 12 tahun setelah kematian Sri Baduga Maharaja. Dalam prasasti itu, jelas disebutkan bahwa Sri Baduga Maharaja, ayah dari Prabu Surawisesa, meninggal pada 1521. Jenazahnya kemudian diperabukan. “Kenapa diperabukan, karena dia beragama Hindu,” ujar Prof. Nina. Berbekal informasi dari sumber primer, jelas disebutkan bahwa Sri Baduga Maharaja meninggal dalam keadaan beragama Hindu. meskipun ada bukti sekunder yang menerangkan bahwa Prabu Siliwangi beragama Islam. Menjelang akhir usianya, mulai banyak pendatang yang menetap di Tatar Sunda. Para pendatang tidak hanya beragama Hindu, tetapi ada pula yang beragama Buddha dan Islam. Prof. Nina memaparkan, beragamnya kebudayaan dan agama di tatar Sunda membuktikan bahwa kerajaan Sunda memiliki toleransi yang tinggi. Bahkan, penyebaran Islam di tatar Sunda sudah berlangsung sejak abad ke-14.*
KerajaanSunda (bahasa Sunda: ᮊ (ka) ᮛ (ra) ᮏ (ja) ᮃ (a) ᮔ᮪ (n) ᮞᮥ (su) ᮔ᮪ (n) ᮓ (da), pengucapan bahasa Sunda: ) adalah kerajaan yang pernah ada antara tahun 932 dan 1579 Masehi di bagian Barat pulau Jawa (sekarang bagian dari Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian wilayah Provinsi Jawa Tengah sekarang). Kerajaan ini juga pernah menguasai wilayah bagian
Kerajaan Sunda berdiri pada tahun 669 Masehi. Kerajaan yang memiliki nama lain Pasundan dan Pakuan Pajajaran ini meliputi wilayah yang saat ini menjadi bagian dari Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian Jawa Tengah. Kerajaan Sunda mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi. Keruntuhan kerajaan ini dipicu oleh berbagai hal antara lain karena serangan yang dilancarkan oleh Kesultanan Banten, selain itu setelah mangkatnya Prabu Siliwangi tidak ada pemimpin penerus yang memiliki kemampuan seperti dirinya. Artikel ini mengulas sejarah Kerajaan Sunda dari awal berdiri hingga berbagai prasasti peninggalannya. Sejarah lahirnya Kerajaan Sunda1. Akhir dari Kerajaan Tarumanegara2. Bersatunya Kerajaan Sunda dan Kerajaan GaluhLetak geografis dan wilayah kekuasaanMengenal Kerajaan Sunda lebih dalam1. Kehidupan politik dan militer2. Kehidupan ekonomi3. Kehidupan sosial dan budayaSilsilah rajaMasa kejayaanTragedi BubatRuntuhnya Sang Pakuan PajajaranPeninggalan dan sumber sejarah1. Prasasti Batu Tulis2. Prasasti Huludayeuh3. Prasasti Ulubelu4. Prasasti Cikapundung5. Prasasti Pasir Datar6. Prasasti Kebon Kopi II7. Padrao Sunda Kelapa8. Karangmulyan9. Catatan sejarahMisteri Kerajaan Sunda1. Langkanya peninggalan candi yang ditemukan2. Macan dan Prabu Siliwangi Sejarah lahirnya Kerajaan Sunda Ilustrasi Kerajaan Sunda. Sumber 1. Akhir dari Kerajaan Tarumanegara Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda memiliki hubungan yang dekat. Menurut Naskah Wangsakerta, Kerajaan Tarumanegara menaklukkan daerah Sunda Pajajaran sekitar Sungai Cipakancilan, Bogor dan menjadikannya sebagai bawahan. Kerajaan Tarumanegara yang berdiri tahun 358 Masehi lebih dulu membesarkan kerajaannya. Tarusbawa, sang pemimpin Sunda menikahi putri sulung raja Tarumanegara, Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi, yang bernama Dewi Manasih. Tarusbawa menjadi menantu raja dan mendapatkan peran dalam pemerintahan Kerajaan Tarumanegara. Raja Linggawarman yang baru saja menduduki tahta raja selama tiga tahun jatuh sakit dan meninggal pada 669 Masehi. Posisi kepala pemerintahan diberikan kepada Tarusbawa dan Tarumanegara digantikan oleh Kerajaan Sunda pada hari Radite Pon, 9 Suklapaksa, bulan Yista, tahun 519 Saka 18 Mei 669 Masehi. Pada saat ini, Kerajaan Galuh yang semulanya berada di bawah Tarumanegara melepaskan diri dan membentuk pemerintahannya sendiri. Tarusbawa yang ingin melanjutkan amanah mertuanya menyetujui hal tersebut dan mulai membagi wilayah kekuasaan. Sungai Citarum menjadi pembagi kedua wilayah. Sebelah barat sungai untuk Sunda dan sebelah timur sungai untuk Galuh. 2. Bersatunya Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh Sebelum pemerintahan Tarusbawa berakhir, cucunya yang bernama Nay Sekarkancana dinikahkan dengan Rahyang Sanjaya dari Galuh. Kondisi Kerajaan Galuh pada tahun 716 Masehi mengalami gejolak. Raja ketiga Galuh, Sena, dikudeta oleh Purbasora yang juga merupakan saudara tirinya. Alhasil Tarusbawa bersama Sanjaya melakukan penyerangan untuk merebut kembali kekuasaan Galuh. Setelah sukses meraih kemenangan, Sanjaya menyatukan Kerajaan Sunda dan Galuh di bawah pimpinannya. Bersatunya Kerajaan Sunda-Galuh tidak bertahan lama. Anak Sanjaya, Rakeyan Panaraban, membagi kedua kerajaan kembali kepada kedua anaknya, Sang Manarah atau yang biasa disebut Ciung Wanara dalam cerita rakyat dan Sang Bang atau dikenal dengan Hariang Banga, untuk menghindari perebutan kekuasaan. Ciung Wanara di Galuh dan Hariang Banga di Sunda. Ratusan tahun berlalu dan kedua kerajaan tetap bertahan melampaui waktu. Konflik demi konflik muncul namun berhasil diselesaikan. Titik puncak Kerajaan Sunda dan Galuh berada pada era kemunduran Kerajaan Majapahit. Sekitar tahun 1400-an Masehi, Prabu Kertabumi atau Brawijaya V, anggota keluarga kerajaan dan segenap rakyatnya mengungsi ke Kawali, ibukota Galuh sekarang sekitar Kuningan, Jawa Barat. Galuh yang waktu itu dipimpin oleh Dewa Niskala dengan senang hati menerima mereka. Bahkan menjodohkan salah satu putrinya dengan kerabat Prabu Kertabumi. Ia juga mempersunting dari salah satu pengungsi. Di sisi lain, Sunda yang kala itu dipimpin oleh Susuktunggal tidak terima dengan pernikahan antara orang Sunda-Galuh dengan Majapahit mengingat perjanjian yang dibuat akibat peristiwa Bubat. Dewa Niskala bersedia menghapuskan aturan dan tradisi sedangkan Susuktunggal teguh menetapkannya. Lantas kedua kerajaan damai tersebut malah berperang. Demi kebaikan kedua pihak, penasihat-penasihat kedua kerajaan menyarankan untuk menunjuk penguasa baru dan kedua raja tahta. Mereka bersedia dengan jalan damai dan menunjuk Jayadewata atau lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi. Prabu Siliwangi adalah putra Dewa Niskala yang menikahi Ambet Kasih, putri Susuktunggal. Setelah naik menjadi raja, Prabu Siliwangi bergelar Sri Baduga Maharaja. Pada tahun 1482, ia memutuskan untuk menyatukan kembali kedua kerajaan menjadi Kerajaan Sunda-Galuh Pajajaran. Letak geografis dan wilayah kekuasaan Wilayah kekuasaan Sunda pada masa kejayaannya. Sumber Wilayah Sunda sewaktu masih menjadi bawahan Tarumanegara berada di hulu sungai Cipakancilan, sekitar Bogor sekarang. Kemudian setelah mendirikan Kerajaan Sunda, kerajaannya berlokasi di sebelah barat Sungai Citarum yang menjadi batas geografis dengan Kerajaan Galuh. Pusat kerajaannya pada masa awal berada di Parahyangan Sunda atau Priangan sekitar utara dari Bandung. Sedangkan Galuh beribukota di Kawali sekitar Kuningan. Kerajaan Sunda meluaskan wilayahnya ke arah barat dan selatan Jawa Barat mencakup Pangandaran, Ciamis, Tasikmalaya, Sukabumi, dan Bandung. Sedangkan Kerajaan Galuh ke arah timur dan utara yang meliputi Cirebon, Kuningan, Indramayu, dan Sumedang. Ketika mencapai masa emasnya, Kerajaan Sunda berhasil mengepakkan sayapnya hingga ke Banten dan Lampung. Di situlah ia menamakan lautan yang memisahkan kedua pulau dengan nama Selat Sunda. Sejauh ini ia berhasil menaungi hampir setengah dari Pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi, setelah menyatukan kembali kedua kerajaan, ibukota dipindahkan dari Kawali ke Pakuan Pajajaran sekarang Bogor. Pakuan sendiri memiliki arti kota dalam Bahasa Sunda kuno. Letak geografis Kerajaan Sunda yang berpusat di daerah lereng gunung membuatnya maju di bidang perkebunan dan pertanian. Dialiri banyak sungai sehingga akses transportasi juga menggunakan kapal. Di sisi militer, menguntungkan kerajaan karena bisa menggunakan gunung sebagai kekuatan alami untuk menahan musuh yang datang dari bawah atau dataran rendah. Mengenal Kerajaan Sunda lebih dalam Setelah berkilas balik tentang berdirinya kerajaan di tanah Sunda, mari kita mengintip bagaimana kehidupan dalam berbagai aspek di Kerajaan Sunda. 1. Kehidupan politik dan militer Pemerintahan era lampau tidak lepas dari kata kerajaan. Sebuah kerajaan umumnya dipimpin oleh seorang raja dan menerapkan sistem patriarki yang kuat, sistem di mana laki-laki adalah pemegang kekuasaan dan memiliki peran politik utama. Kerajaan Sunda dipimpin oleh raja-rajanya. Apabila raja memiliki keturunan laki-laki maka otomatis dinaikkan menjadi penerus selanjutnya. Jika tidak memiliki anak laki-laki, biasanya akan diberikan kepada kerabat atau suami dari anak perempuannya. Raja-raja tidak hanya berdiri sendiri. Ia membutuhkan bantuan dari dewan penasihat, panglima perang, dan prajuritnya untuk bersama-sama menjalankan pemerintahan. Mereka tidak setara, raja masih di atas mereka semua, namun saran dan perkataannya berpengaruh bagi raja. Berdasarkan sumber-sumber sejarah, Kerajaan Sunda memiliki undang-undang tentang pemungutan upeti untuk menghindari penyelewengan dalam proses berjalannya dari para petugas. Di bidang militer, Kerajaan Pakuan Pajajaran ini terkenal dengan reputasinya untuk menahan serangan dengan baik. Dibuktikan dengan kegagalan Kerajaan Majapahit untuk menguasai bumi Sunda. Hal ini dikarenakan setelah terjadinya peristiwa Bubat, para pemimpin setelahnya menggencarkan kekuatan militer dengan menambah pasukan dari golongan pemuda dan cakap membuat strategi perang. 2. Kehidupan ekonomi Rakyat Sunda mayoritas hidup sebagai petani, peternak, pekebun, dan pedagang. Mengingat kondisi geografis wilayah Sunda yang banyak bermukim di lereng gunung, hasil pertaniannya meliputi teh, lada, beras, asam Jawa, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Untuk bidang ternak, banyak yang memelihara sapi, babi, kambing, dan biri-biri. Selain di sektor agribisnis, beberapa rakyat juga memiliki pekerjaan sebagai pelukis, pande mas pengrajin emas, pande dang pembuat alat-alat rumah tangga, dan nelayan. Perdagangan biasanya dilakukan di pasar dan pelabuhan di sungai-sungai. Selama masa hidupnya Sunda, terdapat enam pelabuhan utama yaitu Banten, Cigede, Tomgara, Pontang, Sunda Kalapa, dan Cimanuk sekarang Pamanukan. Masing-masing pelabuhan dikepalai oleh Syahbandar yang diutus oleh raja untuk mengatur jalannya perdagangan dan akses transportasi. 3. Kehidupan sosial dan budaya Kehidupan bersosial dalam Kerajaan Sunda tidak lepas dari penggolongan sosial. Mereka terbagi menjadi empat kelompok, yakni kelompok rohani atau agama, cendikiawan, aparat kerajaan, dan ekonomi. Kelompok rohani meliputi brahmana, pratanda, dan janggan yang mengetahui tentang ritual pemujaan, berbagai macam mantra, dan kehidupan keagamaan. Kelompok cendikiwan adalah mereka yang memiliki kemampuan intelektual seperti memen yang tahu banyak cerita, paraguna yang tahu banyak lagu dan nyanyian, serta prepatun yang tahu banyak pantun. Aparat kerajaan adalah mereka yang bertugas di pemerintahan, misalnya prajurit, hulu jurit semacam panglima perang, dan bhayangkara semacam polisi. Terakhir, mereka yang hidup di sektor ekonomi seperti petani, peternak, pedagang, nelayan, dan lain-lain. Dari segi kebudayaan, kerajaan satu ini melahirkan budaya Sunda yang sampai sekarang ada mulai dari bahasa, aksara, tari-tarian, dan musiknya. Kebudayaan ini awalnya merupakan percampuran dari budaya Hindu dengan budaya leluhur. Agama Hindu menjadi agama yang dianuti dan dipraktikkan dalam berkehidupan di kerajaan. Sunda juga gemar untuk meninggalkan prasasti sebagai bukti atas suatu peristiwa atau cerita. Silsilah raja Menurut Naskah Pangeran Wangsakerta, inilah raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sunda dari tahun ke tahun. Tarusbawa menantu Linggawarman, 669-723 Sanjaya atau Harisdarma menantu Tarusbawa, 723-732 Tamperan Barmawijaya 732-739 Rakeyan Banga atau Hariang Banga 739-766 Rakeyan Medang Prabu Hulukujang 766-783 Prabu Gilingwesi menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 783- -795 Pucukbumi Darmeswara menantu Prabu Gilingwesi, 795-819 Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon 819-891 Prabu Darmaraksa adik ipar Rakeyan Wuwus, 891-895 Windusakti Prabu Déwageng 895-913 Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi 913-916 Rakeyan Jayagiri menantu Rakeyan Kamuning Gading, 916-942 Atmayadarma Hariwangsa 942-954 Limbur Kancana putra Rakeyan Kamuning Gading, 954-964 Munding Ganawirya 964-973 Rakeyan Wulung Gadung 973-989 Brajawisésa 989-1012 Déwa Sanghyang 1012-1019 Sanghyang Ageng 1019-1030 Sri Jayabupati atau Detya Maharaja 1030-1042 Darmaraja atau Sang Mokténg Winduraja 1042-1065 Langlangbumi atau Sang Mokténg Kerta 1065-1155 Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur 1155-1157 Darmakusuma atau Sang Mokténg Winduraja 1157-1175 Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu 1175-1297 Ragasuci atau Sang Mokténg Taman 1297-1303 Citraganda atau Sang Mokténg Tanjung 1303-1311 Prabu Linggadéwata 1311-1333 Prabu Ajiguna Linggawisésa 1333-1340 Prabu Ragamulya Luhurprabawa 1340-1350 Prabu Maharaja Linggabuanawisésa 1350-1357 Prabu Bunisora 1357-1371 Prabu Niskala Wastukancana 1371-1475 Prabu Susuktunggal 1475-1482 Jayadéwata atau Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja menantu Prabu Susuktunggal, 1482-1521 Prabu Surawisésa 1521-1535 Prabu Déwatabuanawisésa 1535-1543 Prabu Sakti 1543-1551 Prabu Nilakéndra 1551-1567 Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana 1567-1579 Masa kejayaan Dari seluruh raja yang telah disebutkan sebelumya, masa emas Kerajaan Sunda terjadi pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja. Ceritanya yang lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi masih dibangga-banggakan sampai sekarang. Pertama, ia membuktikan dalam bentuk fisik. Karena baru saja menyatukan Sunda dan Galuh dengan ibukota Pakuan Pajajaran, tata kota dan wilayah kerajaan harus dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan kehidupan kerajaan dan rakyatnya. Jayadewata membangun jalan dari Pakuan Pajajaran sampai ke Wanagiri sekarang Wonogiri, membuat telaga besar yang dinamakan Maharena Wijaya untuk sumber air baru, membuat pamingtonan semacam tempat hiburan dan pagelaran, serta membuat kabinihajian atau kaputren semacam tempat tinggal untuk para putri dan prajurit. Tak lupa juga ia membangun sarana dan prasarana keagamaan dan spiritual untuk mendorong masyarakat melakukan kegiatan keagamaan bersama-sama. Benteng-benteng yang sudah ada juga diperkokoh lagi olehnya. Dari segi hukum ia menetapkan undang-undang untuk mengatur kehidupan kerajaan dan masyarakat, terutama untuk urusan pemungutan upeti. Sektor ekonomi juga maju karena memaksimalkan kekuatan perdagangan jalur air dengan pelabuhannya. Wilayah juga berhasil diperluas hingga ke Lampung di Pulau Sumatera. Kedaulatan kerajaan masih dipertahankan meskipun adanya ancaman dari Kerajaan Majapahit. Tragedi Bubat Ilustrasi Perang Bubat dari Peristiwa Bubat, peristiwa besar yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Kerajaan Majapahit. Ini terjadi pada masa pemerintahan Prabu Maharaja Linggabuana. Kala itu, Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit jatuh hati pada lukisan putri Linggabuana, Dyah Pitaloka Citraresmi. Ia ingin mempersunting Dyah Pitaloka sekaligus mempererat hubungan kedua kerajaan dengan ikatan pernikahannya. Nyatanya, Raden Wijaya sang pendiri Majapahit adalah keturunan Sunda karena ayahnya adalah Rakeyan Jayadarma, raja Sunda. Dengan niat kebaikan tersebut Hayam Wuruk mengirimkan undangan ke Sunda. Sesampainya surat lamaran tersebut, dewan penasihat keberatan dengan permintaannya karena pada masa itu, tidak lazim bagi perempuan untuk mendatangi pihak laki-laki. Mereka juga menduga bahwa ini adalah jebakan untuk bisa menaklukkan Sunda. Tetapi, Linggabuana memutuskan untuk berangkat ke Majapahit atas dasar ikatan persaudaraan leluhur. Rombongan Sunda berangkat membawa sang raja, permaisuri, putri Dyah Pitaloka, beberapa kerabat kerajaan, dan prajurit secukupnya. Setibanya di Majapahit, rombongan Sunda ditempatkan di Pesanggrahan Bubat Jawa Timur. Di sinilah tragedi tragis akan terjadi. Mahapatih Majapahit, Gajah Mada yang menjunjung tinggi Sumpah Palapa untuk menyatukan nusantara di bawah kuasa Majapahit, melihat ini sebagai bentuk tunduknya Sunda kepada Majapahit. Gajah Mada bahkan menekan Hayam Wuruk untuk mengubah niatnya dari mengeratkan ikatan diplomatis menjadi pengakuan superioritas Majapahit. Berita ini sampai ke telinga Linggabuana dan tidak terima atas perlakuan Gajah Mada. Namun, tanpa seizin Hayam Wuruk, Gajah Mada melakukan penyerangan dengan pasukan yang berjumlah besar. Tak mundur dari perang, Linggabuana maju ke medan tempur walaupun pasukannya sangat kalah jumlah. Alhasil, hampir semua rombongan Sunda tewas di Lapangan Bubat termasuk sang raja. Mereka yang masih hidup hanya terdiri dari perempuan. Dyah Pitaloka tak sanggup menerima kenyataan dan memutuskan untuk mencabut nyawanya sendiri. Perempuan lain juga mengikuti aksi Dyah Pitaloka. Setelah perang Bubat, hubungan Majapahit dan Sunda rusak. Pemerintahan dilanjutkan oleh Prabu Niskala Wastu Kancana, putra Linggabuana dan adik Dyah Pitaloka. Kemudian diberlakukan hukum larangan estri ti luaran, yang berarti larangan untuk menikah dengan orang di luar Sunda. Dan sampai sekarang masih ada yang menerapkan peraturan tersebut di keluarganya orang Sunda dilarang untuk menikah dengan orang Jawa. Runtuhnya Sang Pakuan Pajajaran Kita sudah sampai di penghujung cerita Kerajaan Sunda. Layaknya hidup pasti akan sirna dan mati. Kerajaan Sunda Pajajaran setelah pemerintahan Prabu Siliwangi tidak mendapatkan pemimpin yang secakap dirinya. Ditambah lagi serangan Kesultanan Banten yang menggempur Pakuan Pajajaran. Pasukan Islam Banten mengambil singgasana raja yang disebut Palangka Sriman Sriwicana dan membawanya ke hadapan Maulana Yusuf. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa tidak ada raja lagi yang bisa dinobatkan untuk Kerajaan Pajajaran. Ialah yang akan menjadi penguasa untuk wilayah-wilayah Sunda karena dirinya juga adalah canggah keturunan keempat dari Sri Baduga Maharaja. Dan di sinilah akhir dari sejarah Kerajaan Sunda sekitar tahun 1579. Sisa-sisa anggota kerabat kerajaan menetap di Lebak dan hidup dengan mandala yang ketat. Kelanjutan dari anggota istana ini adalah terlahirnya Suku Baduy. Peninggalan dan sumber sejarah Bukti-bukti sejarah yang sudah ditemukan sekarang tentang Kerajaan Sunda tidak begitu banyak. Peninggalannya meliputi prasasti, situs sejarah, dan catatan atau naskah sejarah. Di antaranya sebagai berikut. 1. Prasasti Batu Tulis Prasasti Batu Tulis. Sumber Prasasti yang ditemukan di Batu Tulis, Bogor, adalah salah satu peninggalan sejarah Kerajaan Sunda yang ditulis pada batu terasit, batu yang umum ditemukan di Sungai Cisadane. Ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Pembuatnya tak lain adalah Prabu Surawisesa, putra Prabu Siliwangi. Ia menuliskan jasa-jasa ayahnya serta penyesalannya karena tidak bisa mempertahankan Sunda dari serangan Kesultanan Banten dan Cirebon. 2. Prasasti Huludayeuh Prasasti Huludayeuh. Sumber Prasasti ini ditemukan di Huludayeuh, Cirebon dan ditulis dalam Bahasa Sunda kuno. Sayangnya, prasasti ini ditemukan dalam keadaan tidak utuh. Setelah lama dicari dan terkumpul, tulisan-tulisannya juga sudah tidak dapat diterjemahkan. Garis besar isi prasasti ini adalah usaha Sri Maharaja Ratu Haji memakmurkan kerajaan di Pakuan Pajajaran. 3. Prasasti Ulubelu Prasasti Ulubelu. Sumber Bukti bahwa wilayah kekuasaan Sunda telah mencapai Lampung ada pada prasasti ini karena ditemukan di Ulubelu, Tanggamus, Lampung. Dikatakan peninggalan Sunda karena ditulis dengan aksara Sunda kuno. Isi prasastinya adalah doa permintaan tolong kepada dewa-dewa Hindu, seperti Siwa, Brahma, dan Wisnu. Mereka berdoa kepada dewa untuk menjaga keselamatan dan keamanan kerajaan dari musuh. 4. Prasasti Cikapundung Prasasti Cikapundung. Sumber Ditemukan di Cikapundung, Ujungberung, prasasti ini tidak hanya dituliskan dengan aksara Sunda Kuno, tetapi juga memuat gambar wajah, telapak tangan, dan telapak kaki. Isi dari Prasasti Cikapundung adalah pernyataan bahwa setiap manusia di muka bumi dapat mengalami kejadian apapun baik itu suka maupun duka, terbukti dalam kalimat unggal jagat jalmah hendap semua manusia di dunia akan mengalami sesuatu yang terdapat di prasasti. 5. Prasasti Pasir Datar Prasasti Pasir Datar. Sumber Lucunya, prasasti ini ditemukan di kebun kopi di Pasir Datar, Sukabumi. Terbuat dari batu alam dan merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Sunda yang misterius karena sampai sekarang belum ada terjemahan dari prasasti ini. 6. Prasasti Kebon Kopi II Prasasti Kebon Kopi II. Sumber Ketika menebang hutan untuk lahan kebun kopi, prasasti ini dengan tidak sengaja ditemukan. Terletak di Pasir Muara, Bogor, dan berdekatan dengan Prasasti Kebon Kopi I. Ini menjadi peninggalan Sunda karena berisi tentang Rakeyan Jayagiri yang menduduki tahta sebagai raja Sunda. Prasasti ini diukir sekitar tahun 932 Masehi. Sedangkan Prasasti Kebon Kopi I menjadi peninggalan Tarumanegara karena terdapat telapak kaki gajah tunggangan Purnawarman yang merupakan raja Tarumanegara. 7. Padrao Sunda Kelapa Padrao Sunda Kelapa. Sumber Kerajaan Sunda juga menjadi saksi kedatangan Bangsa Eropa ke nusantara, khususnya Pulau Jawa. Sebuah perjanjian dibuat antara Portugis dengan Sunda yang ditandai dengan padrao tugu batu. Enrique Leme dari Portugis dan Prabu Surawisesa dari Sunda yang menjadi saksi perjanjian tersebut. Isi dari padrao adalah izin untuk membangun benteng dan gudang perdagangan bagi Portugis. Tempat membangunnya adalah tempat padrao ini dibuat, yakni di Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. 8. Karangmulyan Situs Karangmulyan. Sumber Kawasan ini dijadikan cagar budaya oleh pemerintah sekarang. Terletak di Cijeungjing, Ciamis, situs sejarah ini merupakan peninggalan Kerajaan Galuh sewaktu dipimpin oleh Ciung Wanara yang juga keturunan Sunda. Kehidupan pernah berlangsung di sini sejak abad sembilan dibuktikan dengan penemuan keramik Dinasti Ming. 9. Catatan sejarah Cerita sejarah Kerajaan Sunda-Galuh Pajajaran dapat dilacak dari catatan sejarah yang dibuat oleh orang-orang pada masa kerajaan dan sumber-sumber asing. Di antaranya adalah Naskah Carita Parahyangan, Pararaton, Bujangga Manik, Sanghyang Siksakanda Ng Karesian, Sajarah Banten, Wangsakerta, Kitab Kidung Sundayana, serta berita asing dari Tome Pires tahun 1513 dan Pigafetta tahun 1522. Sayangnya pengarang naskah-naskah yang dibuat oleh rakyat Sunda tidak diketahui sampai sekarang. Misteri Kerajaan Sunda 1. Langkanya peninggalan candi yang ditemukan Meski banyak bukti yang ditemukan tentang kehidupan dan keberadaan Kerajaan Sunda, masih ada hal yang mengganjal tentang kerajaan satu ini. Sejauh ini, sangat jarang ditemukan candi-candi peninggalan Kerajaan Sunda. Padahal, kehidupan keagamaannya dapat dikatakan taat dan kental dengan ajaran Hindu. Kemungkinan besar hal ini diakibatkan oleh kebiasaan masyarakat yang sering berpindah tempat atau nomaden. Ketika ladang sudah tidak maksimal lagi untuk bertani, maka mereka akan pindah mencari tempat baru sehingga bangunan permanen kadang tidak banyak berdiri seperti keraton. 2. Macan dan Prabu Siliwangi Ilustrasi Prabu Siliwangi dan macan. Sumber Raja yang membawa Sunda mencapai kejayaannya ini juga turut memberikan misteri. Macan atau dalam Bahasa Sunda maung sering dikaitkan dengan sang prabu karena cerita legenda menghilangnya Prabu Siliwangi di hutan Sancang ketika dikejar musuh dari Banten dan Cirebon. Ia meninggalkan wangsit untuk Kerajaan Pakuan Pajajaran tersebut. Ia berkata, “lamun aing geus euweuh marengan sira, tuh deuleu tingkah polah maung” jika aku sudah tidak menemanimu, lihatlah tingkah laku macan atau harimau. Perkataan tersebut semakin dipercaya bahwa Jayadewata memiliki kekuatan untuk menghilang dan menjelma menjadi macan oleh masyarakat. Untungnya, setelah dilakukan penelitian, kata-kata tersebut mengartikan bahwa jika sang prabu sudah tiada maka lihatlah sifat dan karakteristik macan untuk memimpin Sunda. Macan dideskripsikan sebagai binatang yang tegas, berani, tetapi juga sayang dengan keluarganya. Yang menjadi ganjal adalah, kita tidak pernah tahu apakah Prabu Siliwangi benar-benar menghilang dan menjadi macan lalu kembali setelah berhari-hari menghilang. Sekian cerita tentang kerajaan yang bertahan beratus tahun di tanah Sunda ini. Jangan lupa untuk sebarkan tuliskan ini jika bermanfaat. Terima kasih banyak.
Kepemimpinankerajaan Sunda lebih terfokus pada penataan masyarakat ke dalam, bukan penaklukan keluar wilayah. "Kekuatan besar yang mampu menjatuhkan masyarakat itu tidak ada di Sunda, sehingga satuan politiknya lebih bersifat lokal," tutur Budi. Hingga saat ini, representasi politik Sunda masih rendah secara nasional.
Representasi kehidupan orang Sunda dalam drama “Tukang Asahan” karya alm. Wahyu Wibisana dalam acara Pidangan Budaya Rumawat Padjadjaran di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, 30 April 2012. Foto Tedi Yusup* [ Representasi politik Sunda di tingkat nasional cenderung rendah jika dibandingkan dengan wilayah Jawa bagian tengah dan timur. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pola masyarakat Sunda dengan Jawa yang sudah tercirikan sejak zaman dahulu. Dosen Antropologi Universitas Padjadjaran Dr. Budi Rajab, menjelaskan, struktur masyarakat Jawa bagian tengah dan timur cenderung memusat. Salah satu yang melatarbelakanginya adalah pola mata pencaharian masyarakat yang cenderung sebagai petani di sawah. “Masyarakat petani sawah dalam satuan politik masyarakat dunia biasanya muncul satu kekuatan besar yang menyatukan. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur kita mengenal kerajaan besar Mataram Kuno sampai Majapahit,” kata Budi dalam Webinar Politik Sunda Relasi Kuasa dan Kepemimpinan yang digelar Pusat Studi Politik dan Demokrasi Unpad, Senin 10/5 lalu. Budi menuturkan, ciri masyarakat persawahan adalah mampu terkonsentrasi sehingga bisa disentralisasikan oleh satu kekuatan besar. Hal ini berbeda dengan kondisi masyarakat Sunda yang cenderung sebagai peladang. Dengan perbedaan kondisi sosial ini, kata Budi, masyarakat Sunda lebih punya kekuatan yang bersifat lokal. Kekuasaan terbagi secara lokal di beberapa wilayah. Budi menjelaskan, meskipun Sunda juga memiliki kerajaan besar, pola kekuasaannya tidak menganut sistem imperium, layaknya kerajaan besar di Jawa. Kepemimpinan kerajaan Sunda lebih terfokus pada penataan masyarakat ke dalam, bukan penaklukan keluar wilayah. “Kekuatan besar yang mampu menjatuhkan masyarakat itu tidak ada di Sunda, sehingga satuan politiknya lebih bersifat lokal,” tutur Budi. Hingga saat ini, representasi politik Sunda masih rendah secara nasional. Padahal, kata Budi, orang Sunda kecenderungannya lebih punya visi politik yang populis. Hanya saja, orientasinya lebih lokal, tidak kosmopolitan. “Konsekuensinya, politiknya kepemimpinan Sunda memang sulit berbicara pada tingkat nasional karena orientasi kepemimpinannya lebih tetap bersifat lokal, tidak luas atau kosmopolis. Populis, tetapi orang Sunda tidak bisa membangun kekuatan populis yang kosmopolis,” papar Budi. Sementara itu, Dosen Psikologi Unpad Dr. Yus Nugraha, mengatakan, nilai-nilai kesundaan menjadi modal bagi orang Sunda untuk bisa menjadi pemimpin. Nilai-nilai seperti cageur, bener, bageur, pinter, dan singer merupakan nilai jati diri Sunda yang mampu memberikan sumbangsih bagi pembangunan karakter bangsa. Webinar tersebut juga menghadirkan dua pembicara lainnya, yaitu perwakilan Badan Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat Ani Rostiyati dan Dosen Ilmu Politik Unpad Dr. Husin Al-Banjari,
Halini ditegaskan dalam berita Portugis bahwa pada tahun 1512 dan 1521 datang utusan dari kerajaan Sunda yang dipimpin oleh Ratu Samiam. Ratu Samiam dalam berita Portugis ini sama dengan Prabu Surawisesa dalam Carita Parahyangan. Prabu Surawisesa menjadi raja dan memerintah tahun 1521-1535. a. Kehidupan politik Kerajaan Sunda.
59 Pada masa pemerintahan Ratu Jayadewata yang menurut prasasti Batutulis memerintah di ibu kota lama Pakuan Pajajaran, Kerajaan Sunda mulai terancam oleh orang-orang yang tidak setia pada kerajaan. Mereka adalah penduduk pajajaran yang mulai menganut Islam, terutama yang tinggal di pesisir utara. Banten dan Cirebon telah berubah menjadi pelabuhan yang dikuasai oleh orang Islam. Merasa khawatir dengan perkembangan baru di pesisir utara, Ratu Jayadewata mengutus Ratu Samiam ke Malaka untuk meminta bantuan pasukan Portugis memerangi orang-orang Islam. Hal ini ditegaskan dalam berita Portugis bahwa pada tahun 1512 dan 1521 datang utusan dari kerajaan Sunda yang dipimpin oleh Ratu Samiam. Ratu Samiam dalam berita Portugis ini sama dengan Prabu Surawisesa dalam Carita Parahyangan. Prabu Surawisesa menjadi raja dan memerintah tahun 1521-1535. a. Kehidupan politik Sumber sejarah yang penting dalam sejarah tatar sunda adalah Carita Parahyangan yang merupakan sumber yang berbahasa Sunda Kuno yang ditulis sekitar abad ke-19. Di dalam carita parahyangan ini diceritakan bahwa Sanjaya adalah anak dari Sena yang berkuasa di Galuh. Sanjaya disebutkan pula sebagai menantu raja Sunda yang bernama Tarusbawa, dan bergelar Tohaan di Sunda yang dipertuan di Sunda. Diceritakan pula bahwa pada suatu saat terjadi perebutan kekuasaan oleh Rahyang Purbasora, saudara seibu dari Raja Sena. Kemudian Sena dibuang ke Gunung Merapi oleh keluarganya. Namun setelah dewasa, Sanjaya mencari perlindungan kepada saudara tua ayahnya. Sanjaya kemudian dapat mengalahkan Rahyang Purbasora dan kemudian diangkat menjadi raja Galuh. Kerajaan ini terletak di sebelah barat sungai Citarum. Pada sumber prasasti yang ditemukan di Sukabumi, tercantum nama Sri Jayabuphati yang merupakan salah satu raja Sunda. Jayabhupati adalah Raja Sunda yang beragama Hindu dan pusat kekuasaannya terletak di Pakuan Pajajaran. Penggantinya yaitu Rahyang Niskala Wastu Kencana memindahkan kerajaannya ke Kawali Ciamis sekarang dia tinggal di keraton yang bernama Surawisesa. Rahyang Ningrat mengantikan ayahnya yaitu Rahyang Niskala Wastu Kencana yang dilanjutkan kemudian oleh Sri Baduga. Pada masa Sri Baduga terjadi peristiwa besar yaitu perang Bubat yang membuat beliau, putrinya, serta utusan yang ikut serta ke Majapahit tewas. Dengan meninggalnya Sri Baduga, maka pemerintahan dipegang oleh Hyang Bunisora 1357-1371. Bunisora digantikan oleh Prabu Niskala Wastu Kencana yang memerintah hampir 100 tahun lamanya yaitu dari 1371-1474. Pada masa kerajaan Sunda diperintah oleh Prabu Surawisesa, agama Islam mulai berkembang di Cirebon dan Banten. Hal tersebut membuat Prabu berusaha mencari sekutu untuk memperkuat kedudukannya melawan Islam. Di unduh dari 60 Kemudian dia bersekutu dengan Portugis yang sudah berhasil menguasai Malaka. Tindakan tersebut membuat kerajaan Demak di bawah Sultan Trenggono harus mengambil tindakan untuk menghentikan pengaruh Portugis di Jawa. Oleh karena itu, beliau memerintahkan menantunya yaitu Fatahillah atau dipanggil juga Wong Agung untuk menyerang Portugis di Sunda Kalapa dan menguasai pelabuhan tersebut. Hal itu akan berdampak politik, karena akan semakin membuat Kerajaan Sunda menjadi terisolir dan menghambat atau mungkin menghancurkan kekuatan Portugis yang hendak menguasai Jawa. Sebelum menguasai Sunda Kalapa, pasukan Demak dan Banten mulai menaklukkan daerah-daerah sekitar Banten dan Sunda Kalapa. Pada pertempuran di Sunda Kalapa antara Demak dan Portugis, Pasukan Fatahillah berhasil menghancurkan Portugis. Lalu, Fatahillah mengubah kota Sunda Kalapa menjadi Jayakarta. Pada masa Raja Nuisya Mulya, Kerajaan Sunda jatuh ke tangan tentara Islam, sehingga berakhirlah Kerajaan Sunda, sebuah kerajaan yang besar, sampai Majapahit pun sulit dan tidak bisa untuk menaklukannya. b. Kehidupan ekonomi dan sosial budaya
KerajaanSunda Meliputi Sejarah, Kehidupan Politik, Kehidupan Kebudayaan, Raja - Raja dan Peninggalannya Secara Lengkap By Admin June 12, 2020 Post a Comment Di wilayah Jawa Barat muncul Kerajaan Sunda yang diduga merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanegara yang runtuh pada abad ke-7.
- Kerajaan Sunda-Galuh atau Pajajaran merupakan penyatuan dua kerajaan yang pernah menancapkan kekuasaannya dari abad ke-8 hingga ke-16 Masehi. Sejarah berdirinya dua kerajaan di tanah Sunda Jawa Barat ini tidak terlepas dari naskah kuno Carita Parahiyangan yang ditulis abad ke-16 M. Dua kerajaan ini merupakan pecahan Kerajaan Tarumanegara. Ini merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang menguasai telatah Sunda pada abad ke-5 hingga runtuh pada abad ke-7. Tarumanegara adalah kerajaan yang menganut agama Hindu beraliran Tarumanegara tamat pada sekitar tahun 650 M lantaran serbuan dari Kerajaan Sriwijaya, muncul dua kerajaan baru di tanah Pasundan, yakni Kerajaan Sunda dan Kerajaan Parahiyangan menjelaskan mengenai Kerajaan Galuh dimulai sewaktu Rahiyangta ri Medangjati yang menjadi pemimpin selama 15 tahun. Kemudian, kekuasaan diwariskan kepada puteranya di Galuh yaitu Sang juga Sejarah Tarumanegara & Daftar Prasasti Peninggalannya Pesona Ratu Harisbaya Memicu Konflik Sumedang vs Cirebon Sejak Zaman Tarumanegara, Jakarta Sudah Langganan Banjir Sejarah dan Pusat Kerajaan Hasil penelitian bertajuk "Rekonstruksi Kerajaan Galuh Abad VIII-XV" karya Nina Herlina Lubis dan kawan-kawan yang terhimpun dalam Jurnal Paramita Volume 26, 2016 mengungkapkan bahwa pusat Kerajaan Sunda dan Galuh berada di lokasi yang Sunda berpusat di Pakuan Pajajaran Bogor sekarang, sedangkan Kerajaan Galuh berpusat di menjadi kerajaan yang berdaulat, Sunda dan Galuh berada di bawah taklukan Tarumanegara pada masa pemerintahan Maharaja Linggawarman 666-669 M.Setelah Maharaja Linggawarman wafat, tampuk kepemimpinan Kerajaan Tarumanegara diteruskan oleh menantunya yang kemudian bergelar Sri Maharaja Tarusbawa. Pada periode inilah terjadi pergolakan. Penguasa Galuh, Wretikandayun, memberontak dan melepaskan diri dari Tarumanegara. Tahun 612, Wretikandayun mendeklarasikan Kerajaan Galuh sebagai pemerintahan yang ini membuat Tarumanegara semakin melemah hingga akhirnya runtuh karena serangan dari Kerajaan Sriwijaya pada sekitar 650 Masehi. SriSri Maharaja Tarusbawa yang selamat kemudian mendirikan pemerintahan baru bernama Kerajaan Sunda di tepi hulu Sungai Cipakancilan yang termasuk wilayah Bogor sekarang. Baca juga Salakanagara, Kerajaan Sunda Tertua di Nusantara Sejarah Kerajaan Larantuka & Kaitannya dengan Majapahit Sejarah Singkat Majapahit, Pusat Kerajaan, & Silsilah Raja-Raja Perkembangan Kerajaan Sunda Galuh Tahun 732 M, sosok yang dikenal dengan nama Sanjaya berhasil menggabungkan Kerajaan Sunda dan Galuh setelah wafatnya Sri Maharaja Tarusbawa, demikian tulis Ayatrohaedi dalam Sundakala Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar Naskah-Naskah "Panitia Wangsakerta" 2005.Sanjaya adalah cicit dari pendiri Kerajaan Galuh, Wretikandayun, yang juga suami dari putri Sri Maharaja Tarusbawa, pendiri Kerajaan Sunda. Sanjaya tampil sebagai pemersatu Sunda-Galuh setelah Sri Maharaja Tarusbawa meninggal itu, Sanjaya juga merupakan cucu dari Ratu Shima 674-695 M, pemimpin Kerajaan Kalingga yang berpusat di Jepara, Jawa bagian tengah. Maka, Sanjaya pun berhak memimpin Kalingga sepeninggal Ratu atau Prabu Harisdarma inilah yang nantinya mendirikan Kerajaan Mataram Kuno sekaligus sebagai pendiri Wangsa harus bertakhta di Kerajaan Kalingga, Sanjaya menyerahkan tampuk kekuasaan Sunda-Galuh kepada puteranya yang bernama Rakeyan Panaraban 732 -739 M. Baca juga Sejarah Samudera Pasai Pendiri, Masa Jaya, & Peninggalan Sejarah Kepemimpinan Ratu Shima di Kerajaan Kalingga Sejarah Kerajaan Jenggala Prasasti, Peninggalan, & Silsilah Raja Namun, di bawah pemerintahan Rakeyan Panaraban, Sunda-Galuh kembali terpecah. Pada 739 M, Panaraban membagi kekuasaan kepada kedua putranya, yaitu Sang Manarah yang berkuasa di Kerajaan Galuh dan Sang Bangga yang mendapatkan singgasana Kerajaan Sunda. Berabad-abad lamanya dua kerajaan bersaudara ini menjalani hidup masing-masing. Hingga akhirnya, pada 1482, Kerajaan Sunda dan Galuh bersatu kembali berkat terjadinya pernikahan Jayadewata dari Galuh dengan Ambetkasih dari dan Galuh kembali bersatu di bawah pimpinan Jayadéwata yang menyandang gelar Sri Baduga Maharaja 1482-1521. Pada masa Sri Baduga Maharaja, Kerajaan Sunda dan Galuh dikenal dengan nama Kerajaan Pajajaran Pakuan Pajajaran.Tahun 1579, Kerajaan Sunda-Galuh atau Pakuan Pajajaran diserang Kesultanan Banten yang membuat imperium di telatah Pasundan ini harus mengakhiri riyawat Sunda-Galuh Prasasti Rakryan Jurupangambat Prasasti Citatih Prasasti Cikapundung Prasasti Pasir Datar Prasasti Huludayeuh Prasasti Kawali Prasasti Kebantenan Prasasti BatutulisBaca juga Sejarah Agresi Militer Belanda II Latar Belakang, Tokoh, Dampaknya Sejarah Perundingan Renville Latar Belakang, Isi, Tokoh, & Dampak Kesultanan Aceh Darussalam Sejarah Kejayaan dan Peninggalan - Sosial Budaya Kontributor Alhidayath ParinduriPenulis Alhidayath ParinduriEditor Iswara N Raditya
Kehidupanpolitik yang ada pada kerajaan ini tidak bisa lepas dari berbagai perpecahan dan juga penyatuan dari kerajaan, dua kerajaan tersebut adalah kerajaan Sunda dan juga Galuh. Setelah penyatuan yang telah dilakukan oleh Sanjaya, kerajaan ini pecah kembali tepatnya pada tahun 739 M, pada tahun tersebut kerajaan Galuh dan Sunda di pecah
Kerajaan Galuh – Mengenal sejarah Kerajaan Galuh yang merupakan kerajaan yang diperkirakan berdiri pada sekitar tahun 669 Masehi dan didirikan oleh Tarusbawa. Kerajaan ini tepatnya berada di Pulau Jawa. Di mana letak Kerajaan Galuh? antara Sungai Citarum yang berada di sebelah barat dan Sungai Cipamali yang berada di Sebelah Timur. Lalu bagaimana cerita sejarah dari masa kejayaan hingga masa runtuhnya kerajaan, silsilah raja dan juga peninggalan dari kerajaan? Simak penjelasan berikut ini! Sejarah Kerajaan Galuh Kerajaan Galuh merupakan kerajaan yang terletak dan juga berkembang di wilayah Jawa bagian Barat. Pada sekitar tahun 932 Masehi sampai dengan 1579 Masehi mulainya perkembangan dari kerajaan. Sejarah Kerajaan Galuh Kerajaan Galuh berdiri dikarenakan Raja Tarumanegara yang memiliki 2 orang anak, dimana keduanya adalah perempuan, yakni yang bernama Dewi Manasih yang telah menikah dengan Tarusbaawa dan beliaulah pendiri dari Kerajaan Galuh atau Sunda. Kemudian anak yang dekua yakni adalah Sobakanca yang telah menikah dengan Dapuntahayang yang kemudian telah mendirikan Kerajaan Sriwijaya. Hal ini dikarenakan adanya pernikahan antar kerajaan yakni kerajaan Sunda dan juga keran Lampung. Dengan pernikahan tersebut kerajaan ini dan lampung bergabung dan membentuk sagu wilayah, tapi dipisahkan oleh batasan alam yakni Selat Sunda. Kerajaan ini menggunakan bahasa Sunda Kuno, sehingga ia disebut sebagai Kerajaan Sunda. Kerajaan ini juga pernah berpindah di pusat ibu kota beberapa kali selama kerajaan ini terkenal. Seperti yang dikutip di naskah Wangsakerta, kerajaan ini berdiri untuk menggantikan Kerajaan Tarumanegara yang sebelumnya telah berkuasa. Kerajaan ini pertama kali dipimpin oleh Tarusbawa. Kerajaan ini pernah disebutkan dalam naskah asing yang ditulis Bujangga Manik, adanya seorang pendeta Hindu yang berasal dari Sunda. Pendeta tersebut pernah pergi ke tempat agama Hindu muncul di Pulau Jawa pada abad ke-16. Letak Kerajaan Galuh Letak dari kerajaan Galuh juga berbeda-beda tidak bisa dipastikan, karena memang ada dua sumber yang pernah tercatat bahwa ada yang menuliskan letak wilayah dan batasan dari kerajaan ini. Catatan Tom Pires menyatakan bahwa kerajaan Galuh memiliki wilayah yang mencangkul sepertiga pulau Jawa, tetapi ada juga yang mengatakan seperdelapan pulau. Catatan yang kedua ialah, Wangsakerta. Dalam catatan ini dituliskan bahwa kerajaan Galuh mencangkul daerah yang cukup besar, yakni wilayah yang beretnis Sunda dan wilayah yang ada di sekitar Provinsi Lampung. Masa Kejayaan Kerajaan Galuh Masa Kejayaan Kerajaan Masa Kejayaan Kerajaan Galuh dipimpin oleh Prabu Siliwangi, yang kemudian disebut sebagai Pajajaran dalam waktu tertentu. Pada masa itu rakyat hidup dengan baik dan juga perkembangan ekonomi yang berlangsung dengan pesat. Kerajaan Galuh sendiri tidak memiliki defalh secara rinci pada saat masa kejayaan. Hal ini dikarenakan perpindahan ibu kota dan juga pergantian namanya yang sampai sekarang masih dipelajari oleh sejarawan. Apakah kerajaan ini masuk sebagai kerajaan Sunda, Pajajaran atau Galuh. Runtuhnya Kerajaan Galuh Runtuhnya Kerajaan Galuh Kerajaan ini runtuh pada saat masa kepemimpinan raja terakhir, yakni Prabu Suryakencana, beliau penganut dari agama Hindu. Penyebab runtuhnya kerajaan ini juga disebabkan oleh Kerajaan Banten. Hal ini bermula pada saat itu Kerajaan Banteng yang berada dibawah kepemimpinan oleh Maulana Yusuf datang dan juga menyerang secara fisik, sementara kerajaan kepemimpinan Prabu Surya Kencana sampai hancur. Kehidupan Kerajaan Galuh Kehidupan yang ada pada masyarakat Kerajaan Galuh dibagi menjadi 4 aspek yakni, Aspek Politik, Aspek Agama, Aspek Ekonomi, Aspek Sosial dan Aspek Budaya. Berikut ini merupakan penjelasan dari masing-masing aspek yang ada! Contoh Kehidupan Kerajaan Kehidupan Politik Kerajaan Galuh Kehidupan politik yang ada pada kerajaan ini tidak bisa lepas dari berbagai perpecahan dan juga penyatuan dari kerajaan, dua kerajaan tersebut adalah kerajaan Sunda dan juga Galuh. Setelah penyatuan yang telah dilakukan oleh Sanjaya, kerajaan ini pecah kembali tepatnya pada tahun 739 M, pada tahun tersebut kerajaan Galuh dan Sunda di pecah kembali untuk anak Panaraban. Pada saat itu kerajaan Galuh dipimpin oleh anak pertama dari Paraban yang bernama Sang Manarah. Kemudian kerajaan Sunda di bawah kepemimpinan Sang Bangga. Pada tahun 1482 dua kerajaan tersebut bersatu kembali, hal ini dikarenakan adanya pernikahan antar keluarga oleh Jayadewata dengan gelar yang tersemat yakni Sri Baduga Maharaja, beliau memerintah di kerajaan pada sekitar tahun 1482 hingga 1521. Kehidupan Agama Kerajaan Galuh Kehidupan agama yang berada di kerajaan ini adalah mayoritas masyarakat beragama Hindu, hal ini bisa dilihat dari peninggalan dari prasasti kerajaan ini. Prasasti tersebut menggunakan bahasa Sunda kuno dan hal ini juga didukung dengan kerajaan Tarumanegara yang dulunya juga merupakan kerajaan Hindu tertua yang berada di Pulau Jawa. Tetapi karena seiring dengan perkembangan dan juga datangnya para pedagang Arab yang turut menyebarkan agama Islam, sehingga Islam juga berkembang pada kerajaan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari pendirian madrasah Islam dan jufa pengurangan dari adat istiadat Agama Hindu di dalam masyarakat dan juga dalam kegiatan dari kerajaan. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Galuh Kehidupan ekonomi yang ada di kerajaan adalah petani dan nelayan. Hal ini dikarenakan memang kebanyakan dari masyarakat dari Galuh tersebut bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan, tetapi kebanyakan dari masyarakat menjadikan pertanian sebagai alat untuk bertahan hidup. Pada prasasti dan juga naskah kuno, tidak menjelaskan secara rinci dari keadaan ekonomi kerajaan Galuh, tetapi karena melihat dari seringnya kerajaan untuk berpindah ke ibu kota, hal itu memungkinkan bahwa kerajaan ini memiliki kehidupan ekonomi yang cukup bagus. Karena datangnya Belanda ke negara Indonesia menyebabkan masyarakat dari kerajaan Galuh harus kerja paksa yakni untuk menanam kopi dan juga kelapa serta nila. Karena adanya kerja paksa tersebut raja tidak bisa berbuat banyak, sehingga beliau memutuskan untuk membuat sebuah saluran irigasi yang digunakan untuk membantu beban dari rakyat agak pengairan dapat berjalan dengan mudah Kehidupan Sosial Kerajaan Galuh Kehidupan sosial dari kerajaan ini adalah menggunakan sistem pemerintahan monarki. Yakni sistem yang menganggap bahwa raja dan juga keluarganya akan mendapatkan tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat pada kalangan biasa. Hal tersebut tidak bisa untuk ditolak, sehingga masyarakat menerima dengan baik dengan sistem pemerintahan tersebut. Tetapi perselisihan terjadi antara Galuh dan juga Sunda. Perselisihan dapat diatas dan seiring perkembangannya kemudian kedua kerajaan tersebut bisa menjadi kerajaan yang setara dan juga mengadakan hubungan bilateral yang cukup baik. Mata pencaharian selain bertani dan sebagai nelayan adakah sebagai pedagang. Masyarakat yang ada di Galuh juga mengandalkan segi ekonomi dengan cara berdagang, sehingga banyak juga pedagang yang berasal dari Arab dan Timur Tengah. Masyarakat hidup dengan tatanan sosial yang cukup baik seperti pada umumnya. Kehidupan Budaya Kerajaan Galuh Kehidupan Budaya yang ada pada masyarakat Kerajaan bisa dilihat dengan adanya naskah kerajaan dan juga perkembangan agama. Dimana pada saat itu sempat muncul keinginan untuk penurunan dari derajat sang hyang pada raja, tetapi hal tersebut ternyata dapat memberikan warna pada kerajaan dalam aspek kebudayaan. Karena kerajaan ini bercorak Hindu, maka banyak prasasti, naskah dan juga candi yang ditemukan, benda-benda tersebut merupakan peninggalan dari kerajaan Hindu dan menjadi bukti bahwa adanya pengembangan agama Hindu di Indonesia khususnya di wilayah Pulau Jawa. Prasasti yang ditemukan juga menjelaskan tentang kehidupan raja dan juga menceritakan tentang ada dan juga budaya yang telah dianut oleh masyarakat Sunda, hal ini tercantum khususnya pada Prasasti Kawali 4, sastrawan mengambil kesimpulan bahwa adat dan budaya yang ada pada kerajaan ini berkembang dengan baik. Raja Kerajaan Galuh Siapa raja kerajaan galuh? Kerajaan Galuh juga dipimpin oleh beberapa raja. Berikut ini merupakan penjelasan singkat serta daftar dari silsilah kerajaan! Contoh Raja Galuh Silsilah Raja Kerajaan Galuh Raja Tarusbawa Beliau merupakan raja pertama yang ada di kerajaan Galuh, dimana raja tersebut juga pernah menjadi pemimpin pada kerajaan Sunda sebelum kerajaan berada dibawah kekuasaan dari Tarumanagara. Raja Wretikandayun Beliau merupakan raja yang ada setelah kerajaan Sunda berdiri. Dimana Raja Wretikandayun berhasil membebaskan kerajaan Galuh untuk bisa berdiri sendiri, sebingga nanti penerus dari kerajaan teesebut adalah anak dari Wretikandayun yakni Sanjaya yang kemudian akan dinikahkan dengan Tarusbawa. Raja Sanjaya Raja Sanjaya merupakan raja yang berhasil menyatukan kerajaan Galuh dengan kerajaan Sunda, beliau juga dikenal sebagai pemimpin yang baik. Kemudian setelah melihat situasi yang cukup aman, kerajaan ini dipecah kembali menjadi 2 kerajaan yakni, kerajaan Galuh dan Sunda, dan berakhir dengan menyerahkan tahta kerajaan Galuh untuk anaknya. Lingga Buana Beliau merupakan ratu dari kerajaan Sunda-Galuh yang berada di bawah kepemimpinan Hayam Wuruk dan juga Gajah Mada dari Majapahit. Dimana pada saat itu Majapahit sudah hampir menguasai seluruh wilayah Nusantara. Tetapi tidak sampai dengan mengerang kerajaan yang telah dipimpin oleh Linggabuana dan juga anaknya yang bernama Dyah Pitaloka Citraresmi. Peninggalan Kerajaan Galuh Kerajaan Galuh meninggalkan beberapa peninggalan-peninggalan yang bersejarah dan tentunya juga harus dijaga dan dirawat dengan baik. Lalu apa saja peninggalan-peninggalan tersebut? Simak penjelasan dibawah ini. Contoh Peninggalan Kerajaan Peninggalan Kerajaan Prasasti Galuh Prasasti tersebut merupakan tanda bahwa memang kerajaan Galuh pernah benar-benar ada. Prasasti Galuh sendiri masih disimpan dalam Museum Nasional Indonesia, dengan ukurang yang kecil, yakni berukuran 51 cm. Prasasti tersebut dituliskan di atas sebongkah batu yang dipahat dengan menggunakan aksara Sunda Kuno. Prasasti Rumatak Prasasti ini ditemukan dengan ukuran 85 cm dengan lebar sebesar 62 cm. Prasasti tersebut ditulis dan dipahat di batu dengan menggunakan bahasa 3 baris aksara Sunda Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah tentang pendirian dari kerajaan Rumatak oleh Sang Hyang. Situs Geger Sunten Peninggalan yang bisa kita lihat secara jelas berada di daerah Ciamis. Ciamis merupakan daerah yang menjadi tempat persembunyian dari Aki Balangatrang ketika beliau masih menjadi abdi dari kerajaan Galuh. Disitu para pengunjung bisa melihat batu yang dulu pernah digunakan oleh Ciung Wanara untuk petilasan ketika kerajaan Galuh masih berkuasa. Penutup Demikian penjelasan tentang Kerajaan Galuh, pembahasan yang dimulai dari sejarah, masa kejayaan dan masa runtuhnya kerajaan, cerita tentang kehidupan masyarakat yang ada pada saat itu, silsilah raja dan juga peninggalan dari kerajaan Galuh. Semoga artikel ini bisa bermanfaat dan bisa menambahkan wawasan buat kalian semua terutama pada bidang sejarah, karena sejarah bukan untuk dilupakan, tapi sejarah untuk dijaga dan dirawat! Kerajaan GaluhSumber Referensi
MengenalKerajaan Sunda lebih dalam. Setelah berkilas balik tentang berdirinya kerajaan di tanah Sunda, mari kita mengintip bagaimana kehidupan dalam berbagai aspek di Kerajaan Sunda. 1. Kehidupan politik dan militer. Pemerintahan era lampau tidak lepas dari kata kerajaan.
Halo, Quiperrian! Pernah dengar kisah tentang Kerajaan Sunda? Kerajaan ini adalah salah satu kerajaan di nusantara yang punya jejak perjuangan yang sangat panjang. Bahkan, para rajanya tersebar dari berbagai macam kerajaan lain, lho. Hmm, penasaran banget kan, gimana kisah serunya? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini ya, Quipperian! Sejarah Kerajaan Sunda Wilayah Kerajaan Bersatu Sunda dan Galuh. Sumber Merupakan kerajaan bercorak Hindu dan Budha yang pernah berdiri pada tahun 932-1579 Masehi. Letak geografis kerajaan berada di Barat pulau Jawa. Namun, menurut naskah Wangsakerta, kerajaan ini berdiri untuk menggantikan kerajaan Tarumanegara. Menurut sejarah yang beredar, Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan bagian barat Jawa Tengah merupakan daerah Kerajaam Sunda di masa lampau. Sementara menurut Naskah Kuno Primer Bujangga Manik, batas kerajaan Sunda ini berada di sebelah timur Provinsi Jawa Tengah yaitu Ci Pamali Sungai Pamali atau yang dikenal sekarang Kali Brebes dan Ci Serayu Kali Serayu. Pendiri dan Raja Kerajaan Sunda Candi Hindu Cangkuang, tempat pemujaan Siwa, dari abad ke-8 Kerajaan Galuh. Sumber Menurut Naskah Wangsakerta, sebelum berdiri menjadi kerajaan mandiri, Kerajaan Sunda berdiri menggantikan Tarumanagara. Raja Tarumanagara sendiri yang terakhir bernama Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi. Ia memerintah selama 3 tahun yaitu tahun 666-669 M. Ia menikah dengan Dewi Ganggasari yang berasal dari Indraprahasta. Pernikahannya dikaruniai dua anak perempuan yang bernama Dewi Manasih dan Sobakancana. Dewi Manasih menikah dengan Tarusbawa dari Sunda, sementara Sobakanca menikah dengan Dapuntahyang Sri Janayas, pendiri kerajaan Sriwijaya. Setelah Linggawarman ini wafat, kekuasaan kerajaan turun kepada menantunya, Tarusbawa. Quipperrian, hal ini membuat penguasa Galuh yang bernama Wretikandayun memberontak dan akhirnya melepas diri dari Tarumanagara. Tarusbawa kemudian memindahkan kekuasaan ke Sunda, di hulu Sungai Pakancilan yang saat ini dekat dengan Bogor. Sedangkan Tarumanagara berubah tahtanya menjadi di bawah kekuasaan kerajaan Sunda. Beliau dinobatkan menjadi raja Sunda pada tahun 669 M. Setelah beliau wafat, Sanjaya berhasil menggabungkan Kerajaan Sunda dengan Galuh. Sanjaya sendiri merupakan cicit dari pendiri Kerajaan Galuh dan cucu dari Ratu Shima yang merupakan pemimpin Kerajaan Kalingga. Ia kemudian memimpin Kalingga dan mendirikan Kerajaan Mataram Kuno sekaligus Wangsa Sanjaya. Karena harus bertakhta di Kalingga, Sanjaya memberi kekuasaan Sunda pada puteranya yang bernama Rakeyan Panaraban. Namun, Sunda Galuh justru terpecah kembali. Hingga Panaraban akhirnya membagi kekuasaan pada kedua puteranya. Sang Manarah memegang Galuh dan Sang Bangga memegang Sunda. Berabad-abad lamanya, kedua kerajaan menjalani kehidupannya masing-masing. Hingga akhirnya kedua kerajaan bersatu kembali, berkat pernikahan Jayadewata yang mendapat gelar Sri Baduga Maharaja dari Galuh dengan Ambetkasih dari Sunda. Di bawah kepemimpinan Jayadewata, Kerajaan Sunda dan Galuh dikenal dengan Kerajaan Pajajaran Pakuan Pajajaran. Namun, sayangnya di tahun 1579, Kerajaan Pakuan Pajajaran harus mengalami masa keruntuhan. Kerajaan ini diserang oleh Kesultanan Banten yang membuat kerajaan ini harus mengakhiri riwayat panjang perjuangannya. Peninggalan dan Prasasti Kerajaan Sunda Babad Pajajaran. Sumber Kerajaan Sunda memiliki sejumlah prasasti dan situs yang ditemukan baik dalam keadaan masih maupun rusak. Bukti-bukti inilah yang menjadi dasar jejak kerajaan mulai dari wilayah kerajaan, ibu kota, hingga raja-rajanya. Berikut adalah jejak peninggalan Kerajaan Sunda di masa lalu, yaitu Babad Pajajaran Carita Waruga Guru Carita Parahiangan Kitab cerita Kidung Sundayana Berita asing dari Tome Pires tahun 1513 Berita asing dari Pigafetta tahun 1522 Prasasti Sanghyang Tapak di Sukabumi Prasasti Batu Tulis di Bogor Prasasti Horren Prasasti Rakyan Juru Pangambat Prasasti Kawali di Ciamis Prasasti Astanagede Tugu Perjanjian Portugis padrao Taman perburuan atau Kebun Raya Bogor. Silsilah Raja-Raja Kerajaan Sunda Karena kerajaan ini merupakan gabungan dari banyaknya kerajaan, raja-rajanya pun tersebar di berbagai wilayah. Berikut adalah rangkuman silsilah para raja Kerajaan Sunda 1 Salakanagara 2 Tarumanagara Berikut adalah beberapa rajanya Jayasingawarman 358 – 382 merupakan pendiri Tarumanagara dan merupakan menantu Dewawarman VIII. Di masa takhtanya, pusat pemerintah beralih dari Rajaputra ke Tarumanagara, Salakanagara kemudian diubah menjadi kerajaan daerah. Dharmayawarman 382 – 395 M. Purnawarman 395 – 434 M ia membangun kerajaan baru di dekat pantai bernama Sundapura. Di bawah kekuasaannya ada 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara sampai ke Purwalingga. Wisnuwarman 434-455. Indrawarman 455-515. Candramawarman 515-535 M. Suryawarman 535 – 561 M ia melanjutkan kebijakan politik ayahnya yaitu Candrawarman dengan memberi kepercayaan pada banyak raja daerah untuk mengurus pemerintahannya sendiri. Ia juga mengalihkan perhatiannya pada bagian Timur kerajaan. Kertamawarman 561 – 628. Sudhawarman 628-639. Hariwangsawarman 639-640. Nagajayawarman 640-666. Linggawarman 666-669. Tarusbawa 670 – 723 menantu Linggawarman dan berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa. Sanjaya 723 – 732 menantu dari tarusbawa dan cicit dari Wretikandayun. Tamperan Barmawijaya 732 – 739. Rakeyan Banga 739 – 766. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang 766 – 783. Prabu Gilingwesi 783-795 menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang. Pucukbumi Darmeswara 795-819 menantu Prabu Giling Wesi. Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus 819-891. Prabu Darmaraksa 891 – 895 adik ipar Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus. Windu Sakti Prabu Dewageng 895 – 913. Rakeyan Kemuning Gading Prabu Pucuk Wesi 913-916. Rakeyan Jayagiri Prabu Wanayasa 916-942 menantu Rakeyan Kemuning Gading Prabu Pucukwesi. Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa 942-954. Limbur Kancana 954-964. Prabu Munding Ganawirya 964-973. Prabu Jayagiri Rakeyan Wulung Gadung 973 – 989. Prabu Braja Wisesa 989-1012. Prabu Dewa Sanghyang 1012-1019. Prabu Sanghyang Ageng 1019 – 1030, berkedudukan di Galuh. Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati 1030‚ – 1042. Darmaraja atau Sang Mokténg Winduraja 1042 – 1065. Langlangbumi atau Sang Mokténg Kerta 1065 – 1155. Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur 1155 – 1157. Darmakusuma atau Sang Mokténg Winduraja 1157 – 1175. Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu 1175 – 1297. Ragasuci atau Sang Mokténg Taman 1297 – 1303. Citraganda atau Sang Mokténg Tanjung 1303 – 1311. Prabu Linggadéwata 1311-1333. Prabu Ajiguna Linggawisésa 1333-1340. Prabu Ragamulya Luhurprabawa 1340-1350. Prabu Maharaja Linggabuanawisésa 1350-1357 gugur dalam Perang Bubat. Prabu Bunisora 1357-1371. Prabu Niskala Wastukancana 1371-1475. Prabu Susuk Tunggal 1475-1482. Jayadéwata atau Sri Baduga Maharaja 1482-1521. Prabu Surawisésa 1521-1535. Prabu Déwatabuanawisésa 1535-1543. Prabu Sakti 1543-1551. Prabu Nilakéndra 1551-1567. Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana 1567-1579. Masa Kejayaan Lukisan Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi. Sumber Berdasarkan sumber naskah Carita Parahyangan, tidak semua raja yang memimpin itu membawa kejayaan, Quipperian. Setidaknya, tercatat ada 4 raja yang membawa Kerajaan Sunda pada masa keemasan. Keempat raja itu, ialah 1. Sang Lumahing Kreta Raja yang satu ini memimpin selama 92 tahun lamanya. Keberhasilannya dimungkinkan karena Lumahing dianggap senantiasa memegang teguh pada perbuatan utama. Ia sangatlah tegas dalam menjalankan roda pemerintahan sehingga sesuai dengan aturan dan hukum kerajaan yang berlaku. 2. Rakeyan Darmasiksa Rakeyan memerintah kerajaan selama 150 tahun. Keberhasilannya membawa kerajaan pada puncak kejayaan disebabkan karena mengamalkan Sanghyang Siksa dan berpegang teguh pada Sanghiyang Darma. Inilah yang menyebabkan terpenuhinya kebutuhan seperti sandang pangan yang disimbolkan dengan Sang Rama, agama, kesehatan yang disimbolkan Sang Disri, tradisi leluhur yang disimbolkan Sang Resi, dan perdagangan atau pelayaran yang disimbolkan Sang Tarahan. 3. Prabu Niskala Wastu Kancana Memerintah kerajaan selama 104 tahun, Prabu Niskala juga berhasil membawa kerajaan pada masa kejayaan. Ia berhasil memenuhi dan mengendalikan empat aspek kehidupan yaitu sandang pangan, agama dan tradisi leluhur, perdagangan, dan kesehatan. Melalui prasasti Kawali Ciamis juga, ia memperindah Keraton Surawisesa dan membangun parit di sekeliling kota. 4. Sri Baduga Ia berhasil memerintah kerajaan selama 39 tahun yang pusatnya saat itu berada di Pakuan Pajajaran. Ia berhasil membawa kerajaan ke puncak kejayaan karena setia kepada keaslian dan kebiasaan leluhur. Tidak hanya itu, ia juga membebaskan beberapa desa dari tuntutan membayar pajak bagi kepentingan keagamaan. Langkahnya ini mencerminkan perhatiannya pada keagamaan dan tradisi leluhur. Pada masanya, hak itu menjadi perhatian utama dalam menentukan kebijakan pemerintahan. Prasasti Batutulis bahkan mengungkapkan upaya Sri Baduga untuk melaksanakan pembangunan ibu kota, dari jejak-jejaknya yang bisa dilacak hingga saat ini. Sri Baduga membuat hutan-hutan lindung, mengeraskan jalanan dengan batuan, mendirikan gunung-gunungan, membuat telaga yang diberi nama Telaga Rena Mahawijaya, dan membuat parit di sekitar Pajuan Pajajaran. Kehidupan Politik dan Kehidupan Ekonomi Kerajaan Sunda Menurut Tome Pires, kerajaan Sunda ini memiliki sistem pemerintahan kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja. Takhta kerajaan diberikan secara turun temurun kepada para keturunannya. Namun, jika si raja tidak memiliki keturunan atau anak, maka yang akan menggantikannya adalah salah seorang raja yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan. Untuk kehidupan ekonomi kerajaan ini, para pedagangnya sudah bisa melakukan transaksi perdagangan dengan pedagang asing dari kerajaan lainnya seperti Sumatra, Jawa Tengah, Makassar, dan Malaka. Kegiatan perdagangan tersebut didukung dengan adanya pelabuhan-pelabuhan milik Kerajaan Sunda. Komoditas yang diperdagangkan yaitu lada, hewan ternak, sayuran, buah-buahan, dan beras. Selain dari sektor perdagangan, mereka juga mengembangkan sektor perdagangan seperti berladang. Watak masyarakat Sunda yang senang berpindah ini terlihat dari kegiatan berladangnya. Untuk itulah, mengapa ibu kota kerajaan juga sering berpindah-pindah. Susunan masyarakat berdasarkan Naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian, kelompok ekonomi mereka terbagi menjadi Pahuma petani ladang Penggembala Pemungut Pajak Mantri Pandai besi Bhayangkara dan prajurit Kelompok cendekiawan dan rohani Maling, begal, dan copet Quiperrian, itulah tadi pembahasan sejarah tentang kerajaan Sunda tentang peninggalan, letak geografis, prasasti, pendiri, raja, masa kejayaan, silsilah kerajaan, sistem pemerintahan, kehidupan politik, kehidupan ekonomi, dan masa keruntuhan. Belajar sejarah itu sebenarnya asyik kok, asalkan penyampaian materinya juga menyenangkan. Nah, kamu bisa belajar bareng Quipper Video, nih. Belajar sejarah bakalan bikin kamu enjoy dan having fun banget deh. Makanya, biar enggak penasaran, buruan subscribe ya! [spoiler title=SUMBER]
a Kehidupan Politik. Dalam waktu yang cukup lama tidak dapat diketahui perkembangan keadaan Kerajaan Sunda selanjutnya. Kerajaan Sunda baru muncul kembali pada abad ke-11 (1030) ketika di bawah pemerintahan Maharaja Sri Jayabhupati. Nama Maharaja Sri Jayabhupati terdapat pada Prasasti Sanghyang Tapak yang ditemukan di Pancalikan dan
Jawa Barat merupakan salah satu wilayah atau daerah di Indonesia yang memiliki sejarah panjang kerajaan nusantara. Salah satu kerajaan yang paling dikenal berdiri di wilayah ini adalah Kerajaan Pajajaran. Berikut beberapa fakta sejarah tentang Kerajaan Pajajaran beserta penjelasannya. Sejarah Kerajaan PajajaranLokasi, Letak, dan Peta WilayahSilsilah Raja1. Sri Baduga Maharaja 1482-15212. Surawisesa 1521-15353. Ratu Dewata 1535-16434. Ratu Sakti 1543-15515. Ratu Nilakendra 1551-15676. Raga Mulya 1567-1579Kehidupan Kerajaan Pajajaran1. Kehidupan politik2. Kehidupan ekonomi3. Kehidupan sosial4. Kehidupan budayaMasa Kejayaan1. Infrastruktur2. Militer3. Keagamaan4. PemerintahanPenyebab KeruntuhanSumber Sejarah1. Prasasti Cikapundung2. Prasasti Huludayeuh3. Prasasti Pasir Datar4. Prasasti Perjanjian Sunda Portugis5. Prasasti Ulubelu6. Prasasti Kebon Kopi II7. Prasasti Batu Tulis8. Prasasti Astana GedePeninggalan1. Komplek Makan Keramat2. Sumur Jalatunda3. Situs Karangkamulyan Sumber Keberadaan Kerajaan Pajajaran bermula dari dua kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda yang dimpimpin oleh Raja Susuktunggal dan Kerajaan Galuh yang dipimpin oleh Raja Dewa Niskala. Kedua kerajaan tersebut terikat oleh sebuah ikatan pernikahan yang terjalin antara putra raja Dewa Niskala dan putri dari Raja Susuktunggal. Pada masa yang sama Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Prabu Kertabumi Brawijaya V sedang mengalami masa keruntuhan. Tidak hanya pemberontakan, mereka juga menghadapi perebutan kekuasaan yang terjadi di internal kerajaan Majapahit. Situasi tersebut akhirnya memaksa penduduk Majapahit mengungsi ke Kerajaan Galuh. Termasuk keluarga salah satu kerabat Raja Brawijaya IV, Raden Baribin. Setelah mereka sampai di Kerajaan Galuh, rombongan pengungsi termasuk keluarga Raden Baribin disambut dengan hangat oleh Raja Dewa Niskala. Tidak disangka, Raja Dewa Niskala memutuskan menikah dengan salah seorang keluarga dari rombongan pengungsi. Bahkan, ia juga menikahkan salah satu putrinya dengan Raden Baribin. Namun, pernikahan ini mendapat pertentangan dari Raja Susuktunggal. Ia menganggap bahwa Kerajaan Galuh sudah melanggar aturan yang sudah disepakati sejak Peristiwa Bubat, yaitu larangan bagi orang-orang dari Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda untuk menikah dengan keturunan Kerajaan Majapahit. Pada akhirnya, pernikahan ini pun menimbulkan perselisihan antara dua kerajaan tersebut. Sebelum peperangan antar kedua kerajaan meletus, dewan penasihat dari kedua kerajaan melakukan perundingan. Perundingan tersebut menghasilkan keputusan bahwa kedua raja yang berselisih harus mundur dari tahtanya dan memilih seorang pengganti untuk memimpin Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda. Kedua raya yang berselisih tersebut memlih Jayadewata untuk mempersatukan dan memimpin kedua kerajaan. Setelah Jayadewata terpilih menjadi raja, ia memperoleh gelar Sri Baduga Maharaja, yang kemudian ia lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi. Kedua kerajaan tersebut pun akhirnya bersatu dan resmi berganti nama menjadi Kerajaan Pakuan Pajajaran pada tahun 1482. Lokasi, Letak, dan Peta Wilayah Sumber Kata “pakuan” sendiri memiliki arti “kota”. Sehingga, apabila diterjemahkan, Kerajaan Pakuan Pajajaran dapat diartikan menjadi Kerajaan Kota Pajajaran. Penamaan ini tidak lepas dari lokasi kerajaan yang terletak di Pajajaran yang kini dikenal sebagai Kota Bogor. Menurut Tom Peres dalam tulisannya yang berjudul The Suma Oriental, Jawa Barat merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Kerajaan Sunda-Galuh ini juga memiliki beberapa batas geografis. Di sisi Barat berbatasan dengan Selat Sunda, bagian Utara berbatasan dengan Laut Utara Jawa Barat, sisi Timur berbatasan dengan Sungai Cipamali Pamali, dan bagian Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Silsilah Raja Semenjak bersatu pada sekitar abad ke-15, Kerajaan Pajajaran telah dipimpin oleh beberapa Raja. Berikut daftar dan penjelasan singkat raja-raja yang sudah pernah memerintah di Kerajaan Pakuan Pajajaran. 1. Sri Baduga Maharaja 1482-1521 Sumber Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi merupakan anak dari Raja Dewa Niskala. Nama Siliwangi sendiri berasal dari dua suku kata, yaitu “silih” dan “wangi” yang bermakna pengganti Prabu Wangi. Ia merupakan pemimpin pertama setelah kerajaan Galuh dan Sunda bersatu. Seperti yang tertulis dalam parasasti Batutulis, ia dinobatkan sebagai raja sebanyak dua kali. Pertama, yaitu ketika ia menerima tahta dari ayahnya, Dewa Niskala, dan memperoleh gelar Prabu Guru Dewataprana. Kedua, yaitu ketika ia menerima tahta dari kerajaan Galuh, yang kemudian menjadikan ia sebagai pendiri Kerajaan Pajajaran, yang merupakan gabungan dari Kerajaan Galuh dan Sunda. Di bawah pemerintahannya, kerajaan tidak memperbolehkan memungut bea atau pajak pada penduduk Jayagiri dan Sunda Sumbawa. Secara spesifik, terdapat empat macam pajak yang dibebaskan, yaitu berupa pajak tenaga perorangan dasa, pajak tenaga kolektif calagra, pajak kapas 10 pikul kapas timbang, dan pajak padi satu gotongan pare dondang. Selain itu, Prabu Siliwangi juga terkenal dengan mitos tentang bagaimana ia mampu mengalahkan siluman hari putih yang kemudian menjadi pengikutnya. 2. Surawisesa 1521-1535 Ia merupakan raja kedua Kerajaan Pajajaran setelah Prabu Siliwangi turun tahta. Ia menduduki tahta kerajaan setelah Raden Walangsungsang sebagai putra mahkota memutuskan untuk keluar dari kerajaan dan mendirikan Kerajaan Cirebon. Sebagai seorang Raja Pajajaran, ia ingin memajukan dan mensejahterakan seluruh rakyatnya. Selama memimpin, Surawisesa tercatat telah menghadapi sebanyak 15 pertempuran. Sehingga, ia dianggap sebagai pemimpin yang perkasa dan pemberani. Sayangnya, banyaknya perang yang dihadapi oleh Surawisesa tidak lepas dari wataknya yang selalu menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan segala permasalahan. Bahkan semenjak ia bertahta, Kerajaan Pajajaran sering berperang dengan Kerajaan Cirebon. Walaupun pada tahun 1531 kedua kerajaan tersebut sudah bersepakat untuk berdamai dan saling mengakui wilayah satu sama lain. Meskipun demikian, banyak masyarakat Kerajaan Pajajaran yang merasa kecewa dengan kepemimpinan Surawisesa dan memaksanya untuk turun tahta. Sudah merasa tidak dibutuhkan lagi, ia kemudian memutuskan untuk turun tahta dan pergi dari Kerajaan Pajajaran. 3. Ratu Dewata 1535-1643 Berbeda dengan ayahnya yang dikenal sebagai panglima perang dan pemberani, Ratu Dewata dikenal sebagai pemimpin yang alim atau taat dalam beragama. Beberapa ritual keagamaan seperti sunat dan tapa pwah susu, sebuah kegiatan praktik dimana hanya seseorang hanya boleh mengkonsumsi susu dan buah-buahan, sering dipraktekkan di bawah kepemimpinannya. Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Pajajaran diserang secara tiba-tiba oleh pasukan Hasanuddin dari Banten. Sayangnya, karena ia kurang peka dengan kondisi politik pemerintahan yang membuat ia tidak siaga dengan potensi bahaya, Kerajaan Pajajaran hampir tidak selamat. Beruntung, Ratu Dewata masih didampingi oleh perwira yang pernah mendampingi ayahnya berperang serta keberadaan benteng kokoh yang dibangun oleh Prabu Siliwangi. Sehingga serangan yang dipimpin oleh Hasanuddin gagal, meski harus ada dua senopati Pajajaran yang harus gugur. 4. Ratu Sakti 1543-1551 Ratu Sakti atau Kaliyuga merupakan raja keempat Kerajaan Pajajaran yang juga sekaligus raja dengan masa kepemimpinan yang paling singkat. Apabila dibandingkan dengan Ratu Dewata yang sangat alim, Ratu Sakti memiliki sifat yang gemar berfoya-foya bermabuk-mabukan, gemar menghina orang tua bahkan para pemuka agama. Di masa kepemimpinannya Kerajaan Pajajaran mengalami masa-masa yang suram karena kepemimpinan yang buruk dari Kaliyuga yang sangat kurang memperhatikan rakyatnya. Dengan kondisi ekonomi yang buruk, masyarakat di wilayah pedalaman Kerajaan Pajajaran banya yang terpaksa melakukan tindakan maksiat dan membuat situasi kerajaan tidak terkendali. Selain itu, Ratu Sakti juga mengedepankan kekerasan dan represi untuk menyelesaikan permasalahan, termasuk dalam menghukum masyarakatnya yang melakukan kesalahan. Harta benda masyarakat pun banyak yang disita oleh kerajaan dan sistem perpajakan yang berlaku pun sangat tidak menguntungkan rakyat kecil. 5. Ratu Nilakendra 1551-1567 Ratu Nilakendra atau Tohan Di Majaya memerintah selama 16 tahun. Namun, meski sudah berganti pemimpin, kondisi Kerajaan Pajajaran justru jauh lebih buruk. Setelah dilanda kelaparan yang cukup parah saat masa kepemimpinan Kaliyuga, masyarakat Kerajaan Pajajaran juga kembali tidak diperhatikan karena Ratu Nilakendra fokus memperdalam ajaran aliran Tantra. Daripada memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya, ia justru semakin jauh dalam mempercayai aliran Tantra, seperti banyak membangun bangunan kramat dan menarih jimat di sekitar istananya. Bahkan, Ratu Nilakendra lebih memilih untuk membuat bendera keramat daripada melakukan peremajaan terhadap sistem persenjataan untuk meningkatkan pertahanan kerajaan. Alhasil, saat Kerajaan Pajajaran berperang dengan Kerajaan Banten, mereka selalu mengalami kekalahan dan ibu kota kerajaan berhasil direbut. Setelah secara “de jure” Kerajaan Pajajaran runtuh, Ratu Kendra pun memutuskan melarikan diri dan ia wafat pada tahun 1567 dalam pelariannya. 6. Raga Mulya 1567-1579 Raga Mulya atau Prabu Suryakencana adalah raja terakhir Pajajaran yang memerintah selama 12 tahun. Ia naik tahta ketika Kerajaan Pajajaran sudah tidak berada di Pakuan. Hal ini terjadi karena kerajaan telah berpindah dari daerah pakuan Bogor dipindah ke daerah Pandai Gelang Suryakencana. Lebih tepatnya yaitu di wilayah Kaduhejo, Kecamatan Menes, lereng Gunung Pulasari, Pandeglang. Di bawah kekuasaanya, Raga Mulya membuka pemukiman penduduk baru di daerah Cisolok dan Bayah. Ia pun juga menyerahkan beberapa pusaka milik Kerajaan Pajajaran kepada Prabu Geusan Ulum yang memerintah Kerajaan Sumedanglarang melalui empat panglimanya. Namun, keempat panglima itu berkhianat dan justru bergabung dengan Prabu Geusan Ulum. Pada akhirnya, Kerajaan Pajajaran pun benar-benar runtuh di masa kepemimpinan Raga Mulya setelah Panembahan Yusuf dari Kesultanan Banten melakukan aksi penyerangan. Kehidupan Kerajaan Pajajaran Terdapat empat aspek kehidupan yang dapat dilihat dari masyarakat Kerajaan Pajajaran, yaitu 1. Kehidupan politik Masih sedikit sumber sejarah yang bisa menjelaskan secara detail atau lengkap mengenai gambaran kehidupan politik Kerajaan Pajajaran. Sejauh ini, kehidupan politik yang bisa digambarkan adanya perpindahan pusat pemerintahan dan pergantian tahta raja. Secara urut, pusta kerajaan yang dimaksud adalah Kerajaan Galuh, Prahajyan Sunda, Kawali, serta Pakwan Pajajaran. 2. Kehidupan ekonomi Secara umum, masyarakat Kerajaan Pajajaran sangat menggantungkan hasil pertanian dan kebun. Beberapa hasil bumi yang biasa mereka hasilkan yaitu beras, sayuran, buah-buahan, serta lada. Selain menjadi petani, masyarakat setempat juga memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan menjadi pedagang. Hal ini diperkuat dengan keberadaan enam pelabuhan penting yang mengelilingi kerajaan, yaitu Pontang, Cigede, Tamgara, Banten, Sunda Kelapa, dan Cimanuk. 3. Kehidupan sosial Masyarakat Pajajaran dapat terbagi menjadi beberapa golongan. Diantaranya adalah golongan seniman penari, pemusik, badut, golongan pedagang, golongan petani, serta golongan jahat perampok, pencuri, pembunuh. 4. Kehidupan budaya Budaya masyarakat Kerajaan Pajajaran, baik yang sehari-hari maupun ritual, sangat dipengaruhi oleh agama Hindu. Sehingga Kerajaan Pajajaran bisa disebut dengan kerajaan bercorak Hindu. Beberapa peninggalannya adalah kerajinan batik, beberapa prasasti, Kitab Cerita Parahyangan, dan Kitab Sangyang Siksakanda. Masa Kejayaan Sumber Meskipun sudah berganti pemimpin sebanyak enam kali, Kerajaan Pajajaran justru memperoleh puncak kejayaannya ketika dipimpin oleh raja pertama mereka, Prabu Siliwangi. Berikut penjelasan lengkapnya 1. Infrastruktur Di bidang infrastruktur, Prabu Siliwangi telah berhasil membangun Telaga Maharena Wijaya. Telaga ini sangat bermanfaat bagi masyarakat Pajajaran, khususnya mereka yang bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu, ia juga membangun jalan menuju Pakuan dan Wanagiri. 2. Militer Di bidang militer, Prabu Siliwangi berhasil membentuk angkatan perang yang kuat. Ia juga membangun asrama dengan fasilitas yang sangat lengkap, pagelaran, kaputren, serta memperkuat benteng pertahanan. 3. Keagamaan Dalam keagamaan, Prabu Siliwangi mewujudkan kepeduliannya dengan mendirikan desa khusus untuk para pemuka agama. Tujuannya yaitu agar kehidupan beragama di Kerajaan Pajajaran dapat terus berjalan dan lebih terjamin. 4. Pemerintahan Di bidang pemerintahan, Kerajaan Pajajaran sudah mampu membuat peraturan atau undang-undang untuk mengatur kehidupan masyarakat. Di samping itu, Prabu Siliwangi juga mengatur sistem pajak atau mengatur upeti yang akan diserahkan ke kerajaan. Penyebab Keruntuhan Penyebab runtuhnya Kerajaan Pajajaran diakibatkan oleh serangan dari Maulana Yusuf yang berasal dari Kesultanan Banten pada tahun 1570. Keruntuhan Pajajaran ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana singgasana raja dari Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan oleh Maulana Yusuf. Tindakan ini ditujukan sebagai tradisi politk agar tidak ada lagi yang diangkat menjadi raja di Pakuan Pajajaran. Sumber Sejarah Terdapat peninggalan Kerajaan Pajajaran yang ditemukan dalam bentuk prasasti. Selain sebagai sumber sejarah, prasasti ini juga menunjukkan kemajuan kerajaan Pajajaran. Berikut beberapa contoh prasastinya 1. Prasasti Cikapundung Sumber Prasasti ini ditemukan pada tanggal tahun 1884 di kawasan perkebunan kina di Cikapundung-Ujungberung. Di permukaan prasasti ini ditemukan gambar telapak tangan, telapak kaki, serta wajah. Ditemukan pula sebuah tulisan yang apabila diartikan berbunyi semua manusia di dunia dapat mengalami kejadian apapun. 2. Prasasti Huludayeuh Sumber Prasasti Huludayeuh ditemukan di kawasan persawahan Desa Cikahalang, Kecamatan Dukupuntang, Cirebon. Saat ditemukan oleh peneliti dan arkeolog pada tahun 1991, kondisi prasasti ini sudah tidak utuh lagi dan terdapat bagian yang sudah rusak. Sehingga, ada beberapa tulisan di permukaannya yang hilang dan menjadikannya tidak terbaca. Namun secara garis besar, isi prasasti ini bercerita tentang usaha Sri Maharaja Ratu Haji untuk membuat rakyat kerajaan sejahtera. 3. Prasasti Pasir Datar Prasasti yang kini disimpan di Museum Nasional Jakarta ini ditemukan di Pasir Datar, Cisande, Sukabumi tahun 1872. Sayangnya prasasti ini masih belum berhasil ditranskripsikan, sehingga belum diketahui pesannya. 4. Prasasti Perjanjian Sunda Portugis Sumber Prasasti berbentuk tugu ini menjadi bagian dari simbol atau lambang perjanjian antara Kerajaan Portugis dengan Kerajaan Sunda. Sumber sejarah yang ditemukan di Jakarta pada tahun 1918 ini dibuat oleh utusan dagang Kerajaan Portugis di Malaka yang membawa logistik atau barang untuk diserahkan kepada Surawisesa. 5. Prasasti Ulubelu Sumber Prasasti ini ditemukan pada tahun 1936 di Ulubelu, Desa Rebangpunggung, Lampung, Sumatera Selatan. Prasasti yang diyakini ditulis menggunakan aksara Sunda kuno ini berisi mantra untuk meminta pertolongan kepada Dewa Wisnu, Siwa, Brahma, serta dewa penguasa tanah, air, dan pohon agar terus diberikan keselamatan. 6. Prasasti Kebon Kopi II Sumber Prasasti ini merupakan peninggalan Kerajaan Sunda Galuh dan ditemukan pada abad ke-19 di Kampung Pasir Muara, Desa Ciaruteun Ilir, Bogor, Jawa Barat. Prasasti yang diyakini dibuat pada 932 Masehi ini bercerita tentang prestasi yang telah diperoleh seorang raja yang memerintah Kerajaan Pajajaran. 7. Prasasti Batu Tulis Sumber Pembacaan isi prasasti ini dilakukan pertama kali oleh Friederich pada tahun 1853. Namun prasasti ini baru bisa dibaca beberapa tahun kemudian oleh seorang peneliti bernama Cornelis Marinus Pleyte. Prasasti tersebut berisikan penjelasan mengenai kampung Batu Tulis yang di masa Kerajaan Pajajaran berkuasa dijadikan sebagai tempat Puri. Di samping itu, sumber sejarah ini juga berisikan tentang pembagian wilayah Pajajaran dan pemindahan pusat pemerintahan dari Pakuan ke Pandeglang. 8. Prasasti Astana Gede Sumber Prasasti ini merupakan peninggalan dari masa Kerajaan Galuh pada abad ke-14 Masehi dan merujuk kepada beberapa prasasti yang ditemukan di wilayah Kabuyutan Kawali, Ciamis, Jawa Barat. Diyakini bahwa keberadaan prasasti ini adalah sebagai simbol kejayaan Prabu Niskala Watu Kancana. Peninggalan Berikut penjelasan singkat beberapa peninggalan Kerajaan Pajajaran selain prasasti yang masih bisa ditemui 1. Komplek Makan Keramat Sumber Makam ini adalah tempat dimana istri kedua Prabu Siliwangi, Ratu Galuh Mangkualam dikebumikan. Lokasi komplek makan ini tepatnya di Kebun Raya Bogor, Desa Peledang, Bogor, Jawa Barat. Di komplek yang sama juga dapat ditemukan tempat pemakaman panglima perang sekaligus pendiri Desa Peledang, Mbah Jepra, serta gubernur Prabu Siliwangi, Mbah Baul. 2. Sumur Jalatunda Sumber Sumur ini terletak di Gang Jambekuina dan merupakan mata air dangkal yang konon tidak pernah kering meskipun di musim kemarau sekalipun. Pada saat banyak masyarakat yang memegang kepercayaan Sunda Wiwitan, situs ini sering digunakan sebagai tempat semedi banyak orang. Selain itu, air dari sumur ini sering digunakan untuk ritual kasepuhan karena masih dipercaya sebagai salah satu dari tujuh mata air suci yang ada di Kampung Budaya Sindang Barang. 3. Situs Karangkamulyan Sumber Peninggalan Kerajaan Pajajaran yang bercorak Hindu-Buddha ini terletak di daerah Cijeungjing, Ciamis, Jawa Barat. Di samping dongeng kesaktian dan kehebatan, situs ini pun menceritakan tentang hubungan Ciung Wanara dengan Kerajaan Galuh sebagai seorang pemimpin yang adil dan bijaksana.
Kehidupandi Kerajaan Galuh Kehidupan Politik kerajaan Galuh. Kehidupan politik di kerajaan ini tidak lepas dari berbagai perpecahan dan penyatuan kerajaan, yakni antara kerajaan sunda dan juga galuh. Setelah disatukan oleh Sanjaya, kerajaan tersebut pecah kembali di tahun 739 M menjadi kerajaan Galuh dan Sunda, dipecah untuk anak Panaraban.
Ilustrasi Kerajaan Demak. Sumber Charl Durand/ Demak berlokasi di pesisir Pantai Utara, lebih tepatnya berada di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Kehidupan politik Kerajaan Demak tidak bisa terlepas dari peran Wali Demak mengalami perkembangan yang sangat pesat ketika dipimpin oleh Sultan Trenggono. Sayangnya, kerajaan ini tidak berkuasa cukup lama sebab mengalami keruntuhan akibat perang saudara. Agar semakin jelas, simak ulasan di bawah ini!Kehidupan Politik Kerajaan DemakIlustrasi Kerajaan Demak. Sumber Serg Alesenko/ Komang Ayu Astiti dalam buku Pusat Kerajaan Kutai Kartanegara Abad XIII – XVII dalam Pembangunan Pariwisata Daerah menjelaskan bahwa Kerajaan Demak adalah salah satu kerajaan Islam di abad berdiri menjadi kerajaan, awalnya Demak adalah Kadipaten Glagahwangi dan berada di bawah kekuasaan Majapahit. Kemudian, pada tahun 1478 bersamaan dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit, Kadipaten Glagahwangi berusaha memisahkan itu, Raden Patah, putra Prabu Brawijaya V, mendirikan kerajaan baru dan dikenal sebagai Kerajaan Demak. Dalam kondisi demikian, bisa dikatakan bahwa Kerajaan Demak berdiri pada tahun 1481 dengan memanfaatkan kondisi Kerajaan Majapahit yang berdirinya Kerajaan Demak erat kaitannya dengan Wali Songo. Sebab, tidak lama setelah berdiri Kerajaan Demak, dibangunlah Masjid Agung Demak atas bantuan Wali hanya itu, Wali Songo juga menjadi penasihat Kerajaan Demak. Misalnya, Sunan Kudus yang berperan sebagai penasihat kerajaan sekaligus sebagai hakim Kalijaga juga mempunyai peran memberikan corak kepemimpinan dan mengatur dalam hidup bernegara. Atas dukungan inilah, Kerajaan Demak berpengaruh sangat kuat di tengah masyarakat Kerajaan Demak tidak hanya sebagai bukti revolusi sistem kepemimpinan di tanah Jawa, tetapi juga kelanjutan pola kepemimpinan secara masa Kerajaan Demak, jiwa bebas, musyawarah, dan kebersamaan adalah ciri kepemimpinan Islam yang dianut. Selama berdiri, kerajaan ini menjalankan diplomasi perkawinan dalam menyelesaikan pergolakan politik dan juga untuk meluaskan Kerajaan DemakKeruntuhan Kerajaan Demak bermula ketika Sultan Trenggono wafat pada tahun 1546. Setelah kematiannya, terjadi perebutan kekuasaan dan terjadilah perang Sekar Sedolepen seharusnya menjadi pewaris takhta, namun dibunuh oleh Sunan Prawoto. Selanjutnya, Arya Penangsang, putra Pangeran Sekar Sedolepen, balas dendam dan berhasil membunuh Sunan Prawoto dan para Arya Penangsang dikalahkan oleh Jaka Tingkir yang merupakan Adipati Pajang serta menantu dari Sultan Trenggono. Pada masa inilah, Kerajaan Demak mengalami keruntuhan dan mulailah pemerintahan di bawah kekuasaan Kerajaan penjelasan tentang kehidupan politik Kerajaan Demak serta keruntuhannya yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat! ek